SUNTUK. Itu yang saya rasakan beberapa hari terakhir ketika membuka timeline media sosial seperti instagram dan twitter. Bahkan hampir semua media memberitakan dan menggiring opini pembaca terkait dengan kasus yang menjerat salah seorang petinggi ormas, pun yang ‘pro’ maupun yang ‘kontra’.
Daripada ikut terbawa arus energi negatif yang hilir mudik di timeline, malam ini saya putuskan membuat review abal-abal saja untuk lensa canon mirrorless EFM 22mm f/2.

Build quality
Lensa ini merupakan salah satu dari lensa native canon mirrorless fix/prime lens dengan panjang rentang focal 22 mm (equivalent 35 mm pada sensor fullframe) dan memiliki bukaan besar f/2. Dibandingkan dengan lensa native lainnya seperti 15-45mm atau 55-200mm, body lensa ini jauh lebih baik karena mountnya terbuat dari logam. Adapun dua lensa yang saya sebutkan sebelumnya, mountnya terbuat dari bahan plastik sehingga terkesan ‘murahan’.Disamping itu, selebihnya dari lensa ini memang terbuat dari bahan plastik juga sih.

Untuk ukuran, saya sangat suka sekali dengan tipisnya bentuk lensa. Tidak salah juga jika kerap disandingkan dengan jajaran lensa pancake canon lainnya. Ukuran filter dari lensa ini cukup kecil yaitu 43mm dan penambahan filter lensa sebaiknya dilakukan (misalnya UV filter). Selain sebagai pemfilter cahaya UV dan menyerap pantulan benda logam, filter sangat bermanfaat juga untuk menghindari benturan langsung ujung lensa dengan benda.


Hasil gambar
Berhubung saya belum lama memakai lensa ini, jadi ya belum terlalu banyak koleksi foto yang dihasilkan dari lensa ini. Namun dari beberapa percobaan, kualitas hasil gambar sangat baik. Tajam untuk menghasilkan detil pada objek yang difoto.
https://www.instagram.com/p/BT4Cb4IDmWf/
Dengan panjang focal length 22 mm, lensa ini cocok dipakai sebagai lensa untuk harian atau hal khusus lainnya seperti foto produk atau foto makanan. Untuk kualitas gambar, saya bisa bilang khas canon karena hasil foto kamera canon sangat cocok dengan selera saya jika dibandingkan dengan sony atau nikon maupun fuji.


Detil yang dihasilkan dari lensa ini bagus menurut saya. Bisa dilihat dari contoh gambar di atas dimana zoom 100% bisa menampilkan detil tegakan pohon di area yang sangat jauh dari lokasi pengambilan gambar. Tidak enaknya ya karena ini merupakan fix lens, jika ingin menzoom harus menggunakan zoom manual alias langkah kaki hehe.
Yang disayangkan dari lensa ini yaitu tidak memiliki image stabilization (IS). Makanya embel-embel namanya yaitu Canon EFM 22 mm f/2 STM saja. Hal ini berarti sang fotografer sebaiknya mengatur posisi kamera agar saat mengambil gambar tidak banyak bergetar (lebih baik pakai tripod). Namun sepengalaman saya menggunakannya, dengan mengatur shutter sampai 1/125 s, tidak memiliki masalah berarti untuk getaran. Namun untuk membuat video, memang sebaiknya memakai tripod agar stabil.
STM berarti stepper motor. Lensa ini sudah dilengkapi stepper motor penggerak auto focus yang cukup sunyi tak terdengar. Sepanjang pemakaian saya, auto focus cukup baik bekerja walaupun tidak cepat-cepat amat (kamera yang saya gunakan belum memakai hybrid AF). Berhubung saya minatnya di still life dan bukan action/sport, jadi tidak masalah untuk penggunaan selama ini.
Bokeh

Bokeh berarti blur. Jamak digunakan untuk membedakan ruang tajam dalam suatu pengambilan foto. Efek bokeh sebenarnya bisa didapatkan oleh hampir seluruh lensa kamera, termasuk ponsel. Namun akan lebih terlihat creamy jika menggunakan bukaan yang besar, misalnya f/2.8, f/2 bahkan f/1.2.
Lensa EFM 22 mm, memiliki bukaan maksimum f/2 yang berarti masuk kategori berbukaan lebar dan memungkinkan untuk mengambil gambar dengan shutter cepat di area kurang atau minim cahaya.
https://www.instagram.com/p/BTuuvj6j2dp/
Gambar di atas diambil menggunakan bukaan terlebar. Efek lingkaran bokeh sebagai background didapatkan dari setitik-titik cahaya yang masuk di sela pepohonan karet.
https://www.instagram.com/p/BTxS8QVjmfh/
https://www.instagram.com/p/BTx26RVjr6k/
Dengan lensa cepat berbukaan lebar, lensa EFM 22 mm memiliki bokeh yang sangat menggemaskan. Panjang focalnya pun tidak sempit dan tidak terlalu lebar sehingga bisa digunakan untuk pemakaian sehari-hari. Jika saya bandingkan dengan lensa 35 mm, tentu ini lebih lebar. Saya memiliki kesulitan ketika memotret suasana museum menggunakan 35 mm dan pasti menggunakan 22 mm akan cocok untuk mencakup area yang lebih lebar.
Penutup
Lensa ini merupakan satu-satunya lensa native canon untuk jajaran mirrorles (kecuali macro nya). Dengan rentang focal 22 mm sudah cukup memenuhi ekspektasi saya akan lensa fix yang bisa digunakan sehari-hari, baik untuk portrait, street photography ataupun landscape.
F/2.0 sudah kebaca bokehnya, ahaha mantab juga lensanya. Dilihat-lihat sekilas juga tajam di bagian area fokusnya.
Sepertinya enak ya Mas, sekali-kali travel cuman bawa lensa fix, biar nge-zoom-nya pake kaki …ahahahha
Iya betul mas, ini lensa pernah saya bawa kerja lapangan, sangat pas, bisa buat landscape ataupun portrait hehe. Yup betul, di area fokus ketajamannya baik juga
Zoom pake kaki skalian olahraga mas hehe
di tempat kerja ada kamera dlsr. pengen belajar menggunakannya supaya hasilnya lebih bagus daripada asal jepret.
Wah sayang banget mas dianggurin hehe, mulainya pelan2 saja
ya sesekali di pakai untuk keperluan peekerjaan sih. tp kadang cuma pake foto hape aja 😀
mas pake canon eos m series kan? berrati 22mm nya sesuai ya, gak kena crop factor? kalo pake lensa yg dslr punya kan focal length nya dikali 1.6, jadi lebih maju foto nya
Iya pakai eos m mas. 22mm di eos m equivalent di 35mm kamera bersensor full frame mas. betul crop factornya kalo sensor APSC 1.6
kalo di canon m3 kebacanya 35mm atau 22mm mas? saya mau pakai untuk potret ala2 bokeh hehehe
Kebacanya 22mm kok mas di exifnya
saya punya rencana beli lensa canon 22mm tapi saya bingung karena ada pilihan lensa 50 mm f 1.4 dari merk mike ….lebih baik mana ya
Halo mas Rifan, menurut saya jika lebih untuk ke portrait ambil Meike saja. Tapi kalo untuk daily/all round purposes, saya lebih pilih 22mm.