
Sumber : HTTP://WWW.VOLCANO.SI.EDU/WORLD/REGION.CFM?RNUM=06
Indonesia, sebuah negara yang terletak di antara dua benua dan dua samudera menyimpan banyak cerita dibalik pesona alamnya yang kesohor hingga seantero dunia. Sekarang Indonesia sedang berduka. Dua gunung api yang bersemayam di Sumatera bagian Utara dan di Jawa Timur mengalami batuk-batuk seiring ritme dan siklus alaminya. Gunung SInabung dan Gunung Kelud sontak menjadi pemberitaan di berbagai media cetak dan daring. Salah seorang ilmuwan vulkanologi (baca: Surono) yang menjabat lembaga yang menangani ke-Geologi-an pun tak lepas menjadi incaran berita para kuli tinta, kuli disket, atau kuli flash disk, entah apapun namanya. Tak kurang dari informasi ilmiah yang disajikan media, agar berimbang penyajiannya juga ada media yang menghubungkan dengan mitos dan klenik dibalik meletusnya kedua gunung tersebut. Lengkap sudah berbagai pemberitaan bencana serta politik dan gosip para artis menjadi satu sajian utama pada beberapa pekan terakhir.
Tanpa mengesampingkan korban jiwa yang timbul dari bencana gunung meletus (semoga Tuhan menempatkan mereka di tempat terbaik di sisi-Nya), seharusnya penduduk Indonesia ‘akrab’ dengan bencana tersebut. Mengapa? Tak lain dan tak bukan, kita hidup di atas pertemuan lempeng benua paling aktif di dunia ini. Mulai dari ujung Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Maluku, hingga Sulawesi berjejal deretan gunung api aktif yang berdiri dengan gagahnya.
Aktivitas gempa bumi sudah pasti tidak bisa dihindarkan lagi. Kita harus paham bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana yang sewaktu-waktu bisa merenggut nyawa kita. Menurut artikel yang saya baca, prediksi gempa bumi lebih mudah dideteksi dibandingkan dengan prediksi gunung meletus. Nah disitulah pentingnya peranan peringatan dini bencana dan mitigasi. Dengan adanya peringatan dini, jumlah korban jiwa akan bisa diminimalkan sesedikit mungkin. Di masa lalu mungkin kita bisa bercermin dari hilangnya peradaban akibat letusan hebat akibat gunung meletus seperti Gunung Vesuvius di Italia yang banyak memakan korban jiwa bangsa Romawi, letusan gunung di Santorini di laut Tengah yang memusnahkan seluruh peradaban di sana, atau bahkan letusan maha dahsyat yang bahkan bisa sampai merubah iklim bumi seperti letusan purba Gunung Toba, Gunung Krakatau, atau Gunung Tambora. Tidak hanya yang ada di negara Indonesia, negara tetangga pun bisa memberikan dampak kepada Indonesia apabila gunung aktif yang adameletus seperti yang pernah terjadi di awal abad 20 dengan kejadian meletusnya Gunung Pinatubo di Filipina.
Nah, ada beberapa opini dari saya terkait dengan bencana yang terjadi. Pertama, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana sehingga mau tidak mau penduduknya harus hidup dengan bahaya yang terus mengintai (dalam hal ini gunung meletus). Hal ini mutlak tidak bisa kita hindarkan lagi. Mau seman apapun rumah tempat tinggal kita, jika berurusan dengan tenaga yang keluar dari perut bumi (endogen) kita tak kuasa melawannya. Coba jika kita berpikir dari sudut pandang sisi lainnya. Kita tidak bisa menolak jika memang saatnya gunung akan meletus. Hal itu merupakan siklus alam yang memang sudah saatnya gunung itu memuntahkan isi perutnya. Memohon agar gunung api aktif agar tidak akan pernah meletus, mengutip dari perkataan seorang dosen geodesi UGM, itu sama saja dengan meminta agar hari esok tidak ada. Maksudnya adalah siklus alam berjalan sesuai ritme yang sudah ditentukan Tuhan. Sisi negatifnya sudah pasti akan berjatuhan banyak korban dan rusaknya bangunan. Di samping itu ada juga sisi positifnya. Abu vulkanik akan menyuburkan tanah sekitar gunung dengan kandungan mineralnya dan manusia akan mendapatkan manfaat dari bercocok tanam di tanah tersebut.
Yang kedua adalah kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Dari dulu kita semua tahu bahwa penduduk Indonesia sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa. Disparitas pembangunan terlihat antara provinsi di bagian barat dengan bagian timur. Entah bagaimana, karena segala fasilitas, pekerjaan, dan mungkin kenyamanan masih ditemukan di Jawa, akhirnya yang membuat penduduk luar Jawa berbondong-bondong menuju Jawa. Akibatnya, kepadatan penduduk bertambah. Gejala urban sprawl terlihat di kota-kota besar. Wilayan kekotaan meluas hingga hinterland yang sudah pasti lambat laun akan merambah wilayah perdesaan. Lokasi gunung api di Jawa yang mayoritas sudah pasti berada di perdesaan, dengan adanya pertumbuhan penduduk, sudah pasti apabila terjadi bencana jumlah korbannya lebih banyak. Siapkah pemerintah kita menangani hal tersebut dalam bentuk mitigasi bencana?
Sebesar apapun bencana mutlak diperlukan mitigasi. Mitigasi ini utamanya untuk mengurangi dampak kerusakan serta korban jiwa yang diakibatkan ketika terjadi bencana. Sederhananya seperti ketersediaan tempat aman untuk berkumpul ketika terjadi bencana, sistem peringatan deteksi dini bencana, jalur evakuasi bencana, banggunan aman tahan gempa, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan usaha untuk mengurangi dampak akibat bencana. Tentunya mitigasi bencana akan memperhitungkan faktor resiko bencana yang dalam hal ini pasti bervariasi bergantung pada kondisi wilayah yang ada di masing-masing daerah.
Kesimpulan : Indonesia adalah negara yang berada di wilayah rawan bencana. Sistem mitigasi bencana yang terintegrasi mutlak diperlukan untuk mengurangi dampak kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan.