Remah surgawi bernama Toba – Part 2 – Hari kedua petualangan dimulai semenjak pagi hari. Setelah melakukan check out di penginapan, kami langsung tancap gas menuju titik pemberhentian selanjutnya, Merek. Ya, lanjutan hari pertama akan dimulai. Berhubung masih pagi, jalanan masih sepi namun harus tetap berhati-hati karena jalanan masih licin dan basah karena sisa hujan semalam.
Dalam perjalanan keluar dari Kota Sidikalang, gradien jalanan menurun karena akan melintasi lembah sebelum akhirnya menanjak menuju Sumbul. Nah di sini lah kami menemukan spot yang bagus. Tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah, persisnya berada di antara Sidikalang (sebagai titik tertinggi) dan bagian lembah.
Sekonyong-konyong di sisi kiri jalan terhampar pemandangan yang membuat nafas berhenti sejenak. Dari kejauhan tertampaklah segerombolan halimun pagi yang masih memeluk rimbunnya kanopi pepohonan di bawah sana. Asli keren pokoknya, pemandangannya sangat-sangat indah. Halimun secara lambat-lambat bergerak mengikuti arah angin. Jauh lebih indah dinikmati mata dibandingkan dengan foto di bawah.


Setelah puas mengabadikan beberapa gambar, perjalanan pun dilanjutkan. Sepeda motor rata-rata melaju dengan kecepatan 80 km/jam sampai akhirnya di persimpangan jalan menuju PLTA Renun, rerintik hujan turun. Buru-buru kami memakai jaket hujan agar tidak repot lagi saat hujan semakin deras. Yang semakin menarik sampai sini yaitu jalanan membelah rerimbunan hutan pada jalur yang lumayan jauh. Doa kami semua yaitu semoga ban sepeda motor tidak mengalami kebocoran di tengah-tengah perjalanan.
Semakin mendekati Merek, tepatnya sebelum mencapai daerah wisata Simalem, jalanan mulai berkelok-kelok pada turunan. Nah di sini menuntut kewaspadaan tingkat tinggi, karena disampaing sempitnya jalan, pada beberapa lokasi juga terdapat titik longsor yang harus diwaspadai setiap pesintas. Yang juga cukup membuat ngeri-ngeri sedap yaitu cukup tebalnya kabut sehingga harus benar-benar ekstra hati-hati saat melintasi tikungan.
Air terjun Sipiso-piso
Ada drama saat akan menuju air terjun Sipiso-piso. Kami hampir menuju Bukit Gundul! Hampir saja kami ‘tersesat’ karena petunjuk dari orang lokal yang entah tidak mengerti lokasi persis air terjun Sipiso-piso atau malah kami yang tidak memahami omongan orang tersebut. Yang jelas, hampir sepertiga jalan menuju Bukit Gundul yang jalanannya berbatu dan licin kami akhirnya bertanya pada pesintas yang kebetulan berlawanan arah. Setelah mendapatkan penjelasan langsung, barulah akhirnya kami berbalik arah dengan hati yang dongkol karena sudah sempat membayar ‘retribusi’ pada orang lokal tersebut.

Suara deburan air dengan batu terdengar begitu jelasnya dari spot utama Sipiso-piso. Dari kejauhan nampak dengan jelas air terjun ikonik tersebut memang layak menjadi pusat perhatian bagi setiap pengunjung. Setelah mengisi perut, tanpa pikir panjang kami langsung menuruni ratusan anak tangga. Beberapa kali kami berhenti untuk mengambil gambar dengan latar air terjun Sipiso-piso.
Semakin mendekati air terjun, tempias airnya memenuhi ruang udara di sekitar. Tak menunggu lama, pakaian yang saya kenakan sudah terasa basah tanpa sadar. Deburan air terjun semakin terasa kerasnya. Pada pondok kayu dekat dengan air terjun, sekelompok pemuda tampak asyik menyanyikan lagu-lagu Batak. Saya merasa suara air terjun dengan suara pemuda tersebut saling melengkapi dalam satu harmoni. Seorang pengunjung malah terlihat merekam momen tersebut.

Tepat berada pada titik terdekat dengan air terjun, saya berlindung di balik batu besar yang ada di sekitar situ. Angin hembusan air terjun dengan dasar kolam terasa sangat kencang. Tempias airnya bahkan membuat pakaian seketika basah kuyup. Belakangan saya ketahui jika nama Sipiso-piso diambil dari rentetan air jatuh yang mengikuti gravitasi dari ketinggian sekitar 100 meter tersebut. Saking deras dan kencangnya, air yang jatuh terasa sakit jka menyentuh tubuh, seperti pisau yang bertubi-tubi menghunjam.
Jalur kembali menuju parkiran motor adalah ujian yang sesungguhnya. Otot kaki terasa tertarik. Tak terbayang keesokan harinya, asam laktat yang bakal mengendap di jaringan otot-otot tersebut. Ratusan anak tangga mau tidak mau didaki untuk mencapai parkiran, tidak ada cara lain menuju ke sana.
Penutup
Air terjun Sipiso-piso merupakan objek terakhir yang dikunjungi dalam rangkaian tur Toba kali ini. Dari Merek kami langsung tancap gas menuju Medan via Kaban Jahe dan Brastagi dan berakhir di Medan. Oh ya, kami sempat juga mencoba pecel yang terkenal di Brastagi, tepatnya di warung Bahagia :D. Makan pecel ternyata membuat kami merasa bahagia sampai di Medan hehe.

Lanjut atuh Jon, pulau banyak kumaha yeuh?? hahaha
Banyak mah kuring mah geus pernah.. :p
Pecel di warung Bahagia itu memang enak ya, tiap ke Brastagi nyempetin makan pecelnya :D. *fokus ke pecel
Wah fokus ke pecelnya pulak mbak haha