Berbicara mengenai alat transportasi, bus malam merupakan salah satu favorit saya. Mengapa? Hal ini karena saat kecil, terutama saat SD dan SMP hampir tiap Lebaran tiba kami sekeluarga menyempatkan untuk merayakannya di kampung halaman ibu saya di Purworejo. Nah, hampir setiap tahun pula bus malam menjadi angkutan andalan kami sekeluarga menuju Purworejo.
Saat SD dan SMP, hampir tidak ada bus malam AC yang melintasi Purworejo. Kalaupun ada yaitu bus malam Jogja via Magelang. Jadi jika mau menuju Purworejo harus transit dahulu di Magelang baru kemudian menyambung angkutan ke Purworejo. Namun karena alasan kepraktisan, kami lebih sering untuk menggunakan bus malam non AC. Bus malam AC yang melewati Purworejo baru ada saat saya menginjak SMA, namun saat ini malah sudah jarang untuk pulang kampung lagi ke Purworejo. Bus malam yang sering dinaiki kami sekeluarga yaitu Lima* Express. Berangkat dari Bogor sekitar jam dua siang dan sampai di Purworejo pasti jam empat pagi. Pastinya, saya sangat menikmati perjalanan tersebut bahkan menjadi pengamat bus malam AKAP di sepanjang perlintasan perjalanan. Saya dan kakak saya bahkan menjadikan nama PO bus malam menjadi tandingan tebak-tebakan menjelang tidur. Sangat sering kami memainkannya dan kami menyebutnya permainan “bis-bisan”. Sebenarnya permainannya simpel yaitu hanya menyebutkan nama bus malam secara bergantian. Nah, saat salah satu dari kami tidak bisa menjawabnya saat itulah dia kalah.
Saking terobsesinya dengan bus malam bahkan saat pelajaran menggambar ketika SD saya sudah pasti bertemakan bus malam, lengkap dengan nama Perusahaan Otobusnya. Jika kawan-kawan saya selalu menggambar pemandangan (dua gunung, matahari di tengah, dibelah jalan, ada persawahan) yang jamak kita temui bahkan hingga anak SD zaman sekarang, saya sudah pasti menggambar bus malam. Entah kenapa saya lebih menyenangi menaiki bus dibandingkan kereta api atau bahkan pesawat terbang sekalipun. Saya senang ketika melewati pergantian hari di dalam bus malam. Menikmati fajar atau mega merah dari dalam bus malam. Saya selalu terperangah saat suara desisan rem bus yang selalu mendesis ataupun saat suara deru mesin intercooler yang berteriak. Untuk rute kampung halaman bapak saya di Probolinggo seringnya kami menggunakan Loren* atau Pahala Kencan*.
Perjalanan jauh terakhir yang saya rasakan menggunakan bus malam yaitu saat kuliah lapang terakhir angkatan kami menuju Bintuhan di Bengkulu dari Depok. Lama perjalanannya sekitar 27 jam, sudah termasuk melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan serta jalan kaki di tanjakan daerah Liwa karena bus tak kuasa untuk melaju dengan beban penumpang penuh. Rute perjalanan sangat menantang mengingat yang dilintasi adalah deretan Bukit Barisan. Namun pemandangan yang tersaji sangat indah terutama hamparan pasir putihnya. Saya teringat ketika menjadi tim advance untuk kegiatan ini. Saat perjalanan survey pendahuluan bus kami sempat terjebak di tengah hutan jam 12 malam karena mengalami masalah di ban belakang. Walhasil dari jam 12 malam sampai jam 6 pagi, tidak ada seorang pun yang berani turun dari bus karena takut akan binatang liar. Sang kernet pun akhirnya memperbaiki ban bus saat pagi tiba.
Mulai SMA hingga kuliah, intensitas pulang kampung ke Jawa Tengah maupun Jawa Timur sudah berkurang, tidak sesering SD atau SMP. Moda transportasi yang dipakai pun selain bus malam yaitu kereta api. Nah, sekarang karena saya sementara berdomisili di Simalungun sebenarnya ingin lagi merasakan sensasi naik bus malam. Hanya saja sangat sulit mencari waktu yang pas mengingat hari kerja yang padat dan cuti yang terbatas. Rute yang ingin dicoba yaitu rute Medan – Banda Aceh, Medan – Padang, atau Medan – Jakarta. Dari ketiga rute tersebut yang paling realistis yaitu Medan – Banda Aceh, hanya tinggal mencari momentum waktu yang pas saja untuk dieksekusi. Selain itu rute Medan – Jakarta menggunakan kapal laut pun sepertinya harus dirasakan mengingat serunya melintasi perjalanan laut. Perjalanan laut terpanjang yang pernah dirasakan hanya sekitar 5 jam, dari Sekupang menuju Lingga di Kepulauan Riau. Untuk rute Selat Sunda, tidak terlalu lama, hanya 2 jam. Nah, Untuk rute Medan – Jakarta kurang lebih akan memakan waktu 3 hari sehingga jadi lebih penasaran saja menggunakan moda tersebut.